Suasana saat diskusi berlangsung di halaman asrama Dogiyai. |
YOGYAKARTA, IPMANAPANDODEJOGLO.ORG-- Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nabire, Paniai, Dogiyai, Deiyai Yogyakarta-Solo (Ipmanapandode Joglo) kembali menadakan diskusi bersama. Rabu (28/06/17), bertempat asrama Dogiyai, Jl. Klebengan, Komplek UGM, Yogyakarta.
Diskusi tersebut dipimpin oleh BPH Ipmanapandode Joglo, Tiyopigu. M Kudiai. Sedikitnya 30-an peserta (anggota) yang terdiri dari Mahasiswa baru (Maba) yang datang melanjutkan kuliah di Jogja dan Mahasiswa Lama yang terhitung dari angkatan 2012/ 2013, 2014/2014, dan 2015/2016 ikut serta.
Topik pembahasan yang diangkat terkait situasi tekini di Yogyakarta oleh kakak angatan kepada mahasiswa baru, kemudian situasi tekini di Papua oleh Maba. Kemudian diberi kesempatan untuk memperkenalakan identitas mereka.
Pada kesempatan pertama, diberikan kepada senioritas untuk menjelaskan tentang perkembangan kota Yogyakarta, kmudian dilanjutkan oleh maba tentang kondisi Papua.
Mikael Kudiai, Mahasiswa asal Meeuwo, yang kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) angkatan 2013 ini menjelaskan kepada Maba (mahasiswa Baru) terkait situasi Yogyakarta yang mana diketahui bersama bahwa yogya sebagai kota budaya, pariwisata dan pendidikan.
Dari tempat yang sama, senior Ipmanapandode Joglo, Alfridus Dumupa juga menjelasakn perkembangan pendidikan di Jogja.
“Semua jenis pendidikan ada di Yogyakarta: baik pelatihan, seminar, kursus yang baik maupun tidak. Sehingga adik-adik boleh memilih mana yang penting untuk kita ikut dan yang tidak penting tida perlu ikut,” jelasnya.
Sementara itu, sebelum mengakhiri pembicaraannya, Dumupa berpesan, “sebelumnya menjadi junior yang baik, kelak akan menjadi senior yang baik, begitu pun sebaliknya,” pesan kepada anggota Ipmanapandode Joglo.
Selanjutnya, kesempatan diberikan kepada Mahasiswa baru yang datang melanjutkan studi di kota Yogyakarta untuk mejelaskan kondisi Papua sekaligus memperkenalkan identitas mereka.
Menurut penjelasan mereka, banyak permasalahan yang seharusnya dibenahi oleh pihak-pihak yang berwajib. Dari setiap pemdapat yang dituturkan oleh Maba sangat berfariasi. Mulai dari permasalahan pendidiakan yang kian makin buruk, Kehidupan social ekonomi yang tak terkontrol baik, situasi politik yang seakan menikam masyarakat dan budaya yang semakin mengilang.
Sementara itu, dikutib dari pembicaran dari mereka, salah satu factor yang disebutkan oleh mereka adalah minimnya fasilitas pendidikan, terutama laboratorium bahasa, fisika, juga kurangnya tenaga pendidik. Sakin paranya lagi perhatian pemerintah lokal terhadap pendidikan sangat memprihatingkan. Bahkan dalam proses belajar mengajar masih terdapat terlihat diskriminasi dan stigma terhadap pelajar Papua.
Ditambah lagi, kurang seriusnya pemerintah dan orangtua dalam menangani anak-anak Papua yang berusia sekolah. Hal ini menyebabkan banyak anak-anak Papua, aktivitas kesehariannya hanya kumpul kaleng bekas yang bisa dijual, lalu dari hasilnya dipakai untuk membeli lem fox atau sering disebut aibon dan miras.
Lagi-lagi, kehidupan masyarakkat lokal (kita punya orangtua dorang) yang dulunya hidup dari hasil kebun, telah beruba total. Mereka semua lari ke judi Togel. Meninggalkan kebun yang juga sebagai pekerjaan rutinitas untuk bertahan hidup.
Terkait dengan Politik, seorang bupati yg terpili terjadi kolusi dan nepotisme artinya seorang bupati dalam tugas dan wewenangnya salah karena menempatkan posisi jabatan dalm SKPD itu mementingkan satu marga, suku, keluarga dan lain-lain.
Pada akhir dari diskusi, dibbacakan kesimpulan, kemudian pelajar dan mahasiswa tekat bersatu belajar dalam ikatan pelajar mahasiswa lokal maupun organisasi luar agar kelak kembali membangun Papua pada umumnya dan lebih khususnya lagi di Meuwoodide. (Niko)
0 comments:
Post a Comment