Refleksi Masa Pra Paskah Bagi Orang Papua : “Yesus adalah guru kita”


Brosure.ist

Refleksi Masa Pra Paskah Bagi Orang Papua
Thema: “Yesus adalah guru kita”
Pra Paskah Bagi Umat Protestan dan Khatolik
Bagi umat Katholik, Rabu Abu adalah hari pertama masa pra Paskah. Ini terjadi pada hari Rabu, 40 hari sebelum masa Paskah tanpa menghitung hari-hari Minggu atau 44 hari (termasuk Minggu) sebelum hari Jumat Agung.  Hari Rabu Abu sebagai hari untuk mengingat kefanaan yaitu kematian. Umat Katholik dituntut untuk berpuasa. Artinya  makan makanan paling banyak satu kali dalam sehari. Disamping itu juga kita dituntut untuk banyak ibadah dan bermediatasi untuk merefkesi kembali semua perbuatan kita lakukan terutama kesalahan dan dosa.

Bagi umat Kristen Protestan, tidak ada peringatan Rabu Abu, melainkan memperingati minggu-minggu Pra Paskah,  yang dimaknai  dengan masa-masa berdoa untuk mohon ampun akan dosa-dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Mengingat begitu besar pengorbanan Yesus untuk menghapus dosa-dosa manusia. Yang akan menjadi puncak peringatan pada Jumat Agung, dan akan dirayakan sebagai hari pembebasan pada hari Paskah. Namun untuk umat Gereja Masehi Advent, hari ketujuh (Advent), Gereja Yesus Sejati dan Saksi-Saksi Yehova, tidak ada peringatan hari-hari ini.

Bagaimana Memaknainya?
Pra Paskah adalah masa yang khidmat dan masa berpantang untuk memeringati Yesus berpuasa di padang gurun. Tantangan kita adalah pengingat akan pengorbanan diri yang dibuat oleh Yesus untuk menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. Oleh karena itu, pada masa Pra Paskah, kita berpantang sesuatu selama 40 hari ini.

Pra Paskah juga sebagai masa kesederhanaan dan kekhidmatan,  masa dimana kita diajak untuk  merefleksikan ketergantungan  kita pada belas kasih Tuhan dan pengertian kita akan iman. Sehingga moment ini patut kita gunakan sebaik mungkin untuk memikirkan tentang bagaimana kita mewujudkan pesan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita dalam organisasi maupun kepada sesama yang kita jumpah.  Masa Prapaskah adalah masa pertumbuhan jiwa kita. Kadang-kadang jiwa kita mengalami masa-masa kering di mana Tuhan terasa amat jauh. Masa Prapaskah akan mengubah jiwa kita yang kering itu. Masa Pra Paskah juga membantu kita untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan buruk seperti mementingkan diri sendiri dan suka marah.

Dalam persiapan menyongsong masa paskah, kita tidak harus melakukan sesuatu yang mustii dibanggakan oleh orang lain, tetapi dengan  cara membantu orang yang membutuhkan pertolongan dari anda, bersihkan rumah, cuci piring, baca buku, mengikuti perkembangan Papua saat ini dan jangan biasakan diri untuk menggosip sesama anggota.

Tentunya juga, untuk mengembangkan organisasi kita. Ipmanapandode Joglo. Kita harus bisa banyak belajar dan berbagi, masa depan organisasi tidak mudah jika kita tidak mempunya daya juang yang tinggi. Seimbangi perjuangan dengan doa. Jadikanlah barang atau uang bersama adalah milik bersama dalam organisasi. Yesus sendiri hidupnya dihabiskan dalam komunitas, Yesus memilih hidup dalam organisasi oleh karena itu Yesus memilih kedua belas murid ikut mewartakan kebenaran ditengah-tengah umat.

Untuk itu, mari kita gunakan momen pada masa ini untuk memikirkan tentang bagaimana kita mewujudkan pesan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita dengan melakukan sesuatu yang positif. Misalnya, dapat berjanji untuk lebih sabar dan ramah kepada tetangga, sesama anggota Ipmanapandode Joglo serta kepada pendahulu kita (Senior) dan dapat berjanji untuk peka melihat, menyimak dan mengkritik serta membela segala bentuk ketidakadilam diatas tanah kita. PAPUA. Dan  membantu kepada yang membutuhkan.

Dalam kondisi seperti itu, sebagai mahasiswa wajib menanyakan akan, Yesus yang kita imanai sejak masih kana-kanak hingga saat ini. Tidak cukup jika kita sebatas mengimani,  sebagai kaum yang intlektual musti kita tanyakan atau mencari siapa Yesus yang sesungguhnya.

Bagaimana Kita “Bangkit” Bersama Yesus?
Kata “kita” dalam judul di atas merujuk kepada  anggota Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua dari Nabire, Paniai, Doiyai dan Deiyai di Yogyakarta dan Solo (Ipmanapandode Joglo). Kita, dalam hal ini adalah bagian dari rakyat Papua di tanah Papua yang saat ini ada dalam situasi penjajahan karena berada dalam zaman pendudukan NKRI. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa hal yang akan dijelaskan sebagai berikut.

Sejak tanggal 1 Mei 1963 (tanggal Papua diserahkan oleh badan PBB yang bernama UNTEA kepada Indonesia untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan Pepera pada 1969), orang Papua berada dalam zona pendudukan kolonial NKRI. Beberapa tandanya adalah: (1) Sejak tanggal itu, dimulai babak penangkapan, pemukulan, penyiksaan, penghilangan paksa dan pembunuhan orang Papua. Lebih dari 3 ribu orang Papua asli mengungsi ke PNG, negara-negara Melanesia, Australia, Belanda dan beberapa negara eropa. (2) Tanah Papua menjadi pusat operasi militer Indonesia baik angkatan darat, angkatan udara, angkatan laut, kepolisian, pasukan khusus Indonesia dan intelijennya dari semua kesatuan tersebut, dengan target tunggal mereka: orang Papua asli yang punya nasionalisme Papua merdeka. (3) Perekonomian Papua dikendalikan secara terpusat dari Jakarta. Akibatnya, walaupun rakyat Papua punya tahapan perkembangan peradaban hidupnya sendiri, Indonesia memaksakan semua hasil-hasil/produk dari  tahapan/tingkatan peradabannya kepada orang Papua sehingga orang Papua asli mengalami kejutan budaya dan lompatan peradaban. Mengenai hal ini, akan dijelaskan di bahasan selanjutnya. (4) Sistem pendidikan di Papua penuh muatan nasionalisme Indonesia sehingga anak Papua asli lupa sejarah dan budayanya. Kebudayaan Papua dilarang  masuk dalam pendidikan sehingga orang Papua jadi tidak mengenal dirinya sendiri dan tahapan perkembangannya. (5) Kesehatan orang Papua dibiarkan tidak terurus dengan baik. NKRI hanya peduli dengan emas, tembaga, uranium, minyak bumi, kayu dan kelapa sawit dan gas alam di Papua. NKRI tidak peduli dengan orang Papua asli: mau musnah, mau mati karena HIV/AIDS, mau musnah karena gizi buruk, campak, malaria, orang Papua asli terlantar karena NKRI sejak awal hanya peduli pada SDA Papua. (6) Secara terencana melalui program transmigrasi, Indonesia melalui DPR/MPR di Jakarta memutuskan akan memfokuskan transmigrasi ke Papua dengan tujuan politis: mendominasi jumlah OAP sehingga di masa depan, isu politik Papua merdeka hilang dengan sendirinya.

Beberapa fakta di atas sekaligus menjawab beberapa pertanyaan ini: 1). Mengapa Papua menjadi urutan terakhir sejak tahun 1969 hingga 2017 dalam daftar urutan Indeks Prestasi Manusia (IPM) yang melihat tiga kateori utama: usia harapan hidup (Papua paling rendah se-Indonesia dengan angka kematian tinggi dan angka kelahiran terendah dan tingkat penyebaran penyakit HIV/AIDS paling tinggi se-Indonesia), tingkat pendidikan dan kesehatan; (2). Mengapa data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua menunjukan bahwa jumlah pendatang di tanah Papua sebanyak 52% sedangkan asli Papua hanya 48%?; (3). Mengapa bahkan di usia Otsus yang masuki 17 tahun, ada lebih dari 2.500 balita meninggal tiba-tiba dalam kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) macam di Nduga, Asmat dan Pegunungan Bintang?; (4). Mengapa demonstrasi damai, pengibaran Bintang Kejora, diskusi dan kumpul bahas sejarah Papua harus dimata-matai, dikejar-kejar, disiksa dan dibunuh padahal rakyat Papua melakukan semuanya sesuai asas demokrasi dan sesuai hukum di Indonesia dan tidak merugikan siapa pun?; (5). Kenapa Papua dikandangi/dikurung/dibatasi aksesnya dari wartawan nasional dan internasional, apa yang disembunyikan NKRI di tanah Papua?

Sementara bila kita balik melihat perkembangan hidup rakyat Papua, kita akan dapati beberapa fakta berikut ini, yang dalam kenyataannya sangat kontras/bertentangan/kontradiktif dengan yang bisa kita lihat di tubuh perkembangan hidup rakyat Indonesia.

Hal-hal itu adalah, 1). Orang Papua asli saat ini hidup di tataran komunal (hidup berkelompok, mengutamakan kebersamaan/sosial, sistem uang dan pasar tidak menonjol, menggunakan perkakas sederhana untuk mempertahankan hidup, punya kepemilikan tanah dan lahan berburu dan mengenal pertanian). Sementara orang Indonesia sudah melewati periode komunal ini lalu sudah memasuki masa feodal, masa kerajaan dan sudah berada di tahapan perkembangan hidup masyarakat kapitalisme (sistem hidup terutama ekonominya mengandalkan uang dan pasar, kerjasama ekonomi kawasan dibuka, pasar bebas diterapkan, swastanisasi dan berkurangnya peran negara dalam ekonomi negara); (2). Orang Papua asli saat ini mengalami lompatan kebudayaan tiga tangga sekaligus (feodal, kerajaan hingga kapitalisme). Padahal tahapan/proses melangkah dari satu tangga peradaban ke peradaban berikutnya membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun, karena melibatkan evolusi otak, evolusi corak produksi, evolusi sistem pemerintahan dan sistem ekonomi; (3). Lompatan tangga peradaban akibat Papua yang dianeksasi NKRI itu membuat orang Papua asli mengalami kejutan budaya; (4). Kejutan budaya itu berdampak pada munculnya penyakit-penyakit sosial: dadu/jugi togel/dst, miras, malas kerja, dst. Tingkat konsumsi semua produk Jakarta yang tinggi, mental rendah diri/merasa diri bodoh/dst di hadapan orang pendatang, dst.

Pembangunan ekonomi di Papua dalam bingkai NKRI juga tidak sesuai realitas/kenyataan objektif rakyat Papua. Yang terjadi hari ini adalah: (1). SDA Papua (hutan/kayu, tanah bagi kebun saskit dan sawah, keindahan alam, potensi tambang, sumur minyak bumi dan gas alam, dst.) diobral kepada pemodal/konglomerat di Jakarta, pihak asing, dan gabungan keduanya yang punya modal untuk menginvestasikan dalam bentuk perusahaan. Sehingga pemerintah daerah (kabupaten setempat dan provinsi) dan pemerintah pusat dapat memeroleh pajak bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk digunakan sebagai anggaran pembangunan; (2). Kearifan ekonomi lokal (misal, tradisi mengelola sagu bagi masyarakat Asmat, Boven Digoel, Merauke, Sorong, Timika, Jayapura, Waropen, Serui, Biak, dst., atau tradisi berkebun bagi orang Mee, orang Dani, orang Migani/Moni, dst.) tidak dikembangkan dalam bentuk-bentuk yang lebih modern (misal, sagu, ubi, keladi, singkong,  menjadi tepung dalam kemasan melalui pabrik tepung yang dikelola dan dikembangkan masyarakat Papua asli untuk mereka sendiri); (3). Sistem tanah adat di Papua tidak diakui negara, antara lain karena dipertentangkan dengan pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi, “tanah, air dan udara adalah milik negara dan dipergunakan sepenuhnya demi kemakmuran rakyat.” Dan dengan dalih ini, tanah-tanah adat di Papua dirampas, dirampok, demi diberikan kepada para investor tadi untuk eksploitasi, dst.; (4). Rakyat Papua asli yang berasal dari tatanan komunal yang terpaksa harus hidup di tatanan kehidupan kapitalisme ini tidak dirangsang untuk bisa maju dan bersaing, antara lain dengan (a) tidak diajarinya sistem/tata-kelola/cara kerja uang sehingga walau punya modal abadi (tanah dan SDA), orang Papua asli selalu kalah bersaing. (b) tidak diikuti dengan pembangunan pendidikan yang sesuai kebutuhan orang Papua asli, sehingga banyak terjadi pengangguran terselubung (kerja tidak sesuai jurusan), dan pengangguran terbuka. Banyak sarjana yang bergelar tanpa keahlian/ketrampilan/kemampuan sehingga tidak kompetitif dalam dunia kerja, dst.

Semua hal di atas membuat rakyat Papua tersisih, termarginal, tersisih dari percaturan ekonomi-politik di tanah Papua secara sistematis dari waktu ke waktu. Pendatang kuasai dan dominasi semua sektor hidup dan rakyat Papua jadi penonton yang menonton permainan mereka (para investor, pendatang, pemerintah RI di Papua dan militernya) memainkan perannya masing-masing.

Kita sebagai generasi baru Papua mesti menyadari bahwa leluhur dan orang tua kita telah merefleksikan bahwa (1) orang Papua di dalam NKRI tidak punya harapan/masa depan kehidupan. Orang Papua asli di dalam NKRI hanya ada kepunahan dan slow motion genocide. (2). Orang Papua berdiri atas dasar (a) sejarah perjuangan kemerdekaannya, (b) haknya sebagai bangsa untuk memproklamasikan diri sebagai bangsa dan negara merdeka sama seperti Indonesia, seperti Belanda, dan negara-negara lainnya lalu menegaskan sikap bahwa Papua harus merdeka; (2). Melalui kongres Papua I pada Juli 1961, rakyat Papua memutuskan Papua harus merdeka dan membentuk perangkat kenegaraan. Melalui kongres Papua II pada tahun 2000, rakyat Papua merefleksikan bahwa sejarah Papua perlu diluruskan demi kelangsungan hidup ke depan, dan Papua harus merdeka. Melalui Kongres Papua III pada pertengahan tahun 2011, rakyat Papua memutuskan perlunya persatuan dari segenap rakyat Papua untuk mewujudkan kemerdekaan sesuai hasil kongres Papua I dan II. Melalui simposium semua organisasi perjuangan, semua pejuang Papua merdeka sepakat dan melahirkan wadah kerja kordinatof yang dinamakan The United Liberation Movemment for West Papua (ULMWP) di Vanuatu, 1 Desember 2014. Melalui KTT pertama ULMWP pada Desember 2017, ULMWP kembali menegaskan, rakyat Papua harus segera merdeka karena di dalam NKRI, orang Papua asli akan habis secara sistematis di atas tanahnya sendiri.

Di tengah kondisi seperti itulah, kita akan merayakan hari Paskah di tahun 2018 ini. Kita tahu bahwa di Paskah, telah terjadi: (1). Tuhan Yesus adalah anak Allah yang bagai gelandangan: kerjanya berkeliling dari desa ke desa, kota ke kota, memberitakan cinta kasih. (2). Tuhan Yesus berlaku guru bagi murid-murid/umat/pengikutnya, berlaku dokter/perawat bagi yang sakit, berlaku gembala bagi pengikutnya yang sesat pikir, menjadi panutan, teladan dan sang pembebas: membebaskan umat/rakyatnya dari sakit-penyakit, tekanan batin, dosa, dari hidup buruk, dst. (3). Tuhan Yesus mengajari umatnya bahwa menjadi terang, garam, batu penjuru, pelita bagi banyak orang itu, harus setia hingga akhir hayat. Bahkan bila kematian adalah garansinya/tebusannya. Dia sendiri setia bahkan sampai mati di kayu salib bagi umatnya/pengikutnya. (4) Tuhan Yesus membuktikan bahwa dialah Jalan, keselamatan dan hidup dan menjanjikan kehidupan setelah kematian bagi mereka-mereka yang meneladaninya melalui kebangkitanNya dari antara orang mati.

Tiga pertanyaan diskusinya adalah:
  1. Sifat-sifat khusus apa yang membuat Yesus patut diteladani?
  2. Untuk konteks kita di Papua, di tengah situasi penjajahan dalam pendudukan NKRII di tanah Papua, kita harus menjadi apa, kita harus buat apa, kita mestinya harus bagaimana agar menjadi garam, terang, batu penjuru, menjadi pelita, menjadi pengikut Tuhan Yesus yang sesungguhnya?
  3. Kita tahu bahwa Tuhan Yesus menjanjikan kehidupan kekal di surga bagi yang meneladan/mencontoh Dia dan hidup seturut kehendakNya.  Untuk konteks kita di Papua, sudah siapkah kita untuk mati bagi rakyat Papua, demi kemerdekaan dan pembebasan rakyat Papua dari belenggu penjajahan, sama seperti yang dicontohkan Tuhan Yesus sendiri dengan mati di Kayu Salib bagi kita?

Refrensi: Dikumpulkan dari berbagai artikel di susun oleh Manfred Kudiai dan Bastian Tebai
Yogyakarta. 24 Februari 2018, Badan Pengurus Harian (BPH) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nabire-Paniai-Dogiyai-Deiyai (Ipmanapandode) kota studi Yogyakarta-Solo Periode 2017-2018.
Share on Google Plus

About Ipmanapandode Joglo

IPMANAPANDODE JOG-LO adalah Organisasi Pelajar dan Mahasiswa Nabire,Paniai,Dogiyai dan Deiyai di Yogyakarta dan Solo.

0 comments:

Post a Comment