IPMAPAN YOGYAKARTA. Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Paniai
Daerah Istimewa Yogyakar mengadahkan diskus dan seminar terkait Gerakan
Mahasiswa Revolusioner Teori dan Praktet yang di panda oleh Aworo tutu. Rabu,
5/3 Asrama Paniai Yamewa 01 Yogyakarta.
Perkembangan sejarah dunia revolusi
berdasarkan tokoh-tokoh pelopor yang menciptakan doktrinasi yang mendunia baik
di kalangan Mahasiswa maupun Masyarakat. Terutama doktrin yang berfokus melanda
secara basic pada kaum proletariat, tertindas, termiskin berdasarkan realitas
kemasyarakat sosial dari babak ke babak dalam sejarah perkembangan teori
revolusi untuk mematah-belakan sayap kaum radikalis yang bersifat borjuis, kapitalis, kolonialis, maupun
imperalis secara diktator. Tokoh-toko revolusioner yang perlu diteladani
bagaimana Mahasiswa Papua akan disebut sebagai revolusioner dikemas berdasarkan
berdasarkna analisis teori dan tindakannya secara praktis dalam pembabakan
sejarah.
Tokoh pencetus dan penyebar doktrin
revolusi sosialis-komunis pertama adalaha (1)seorang Karl marx (1818-1881) tokoh pelopor mendunia yang mengubah dan atau
mebela pandangan-pandanganya pada kaum proletariat (kaum tertindas, terhina,
termiskin, terburuh) oleh kaum-kaum borjuis
yang terakumulasi mainsetnya dari kaum kapitalisme, imperalisme,
kolonialisme dan militerisme.
Doktrin Sosialis-komunis adalah
kerangka manusia yang menganut sistem manusia yang berifat egalitas (berstatus,
setara,sekelas). Artinya, tidak ada kelas-kelas sosial dalam sistem
kemasyarakatan sosial secara realitas mayarakat. Keturunannya Karl marx adalah
seseorang dari keturunan borjuasi
kapitalis. Namun, marx berputar pola kerangka nalarnya kepada masyarakat
proletariat. Setelah itu, ia menerbitkan beberapa buku kritis yang berpusat pada masyakat tertindas dari kaum
kapitalis borjuis. Beberapa buku terpopuler yang ia terbitkan adalah Das Kapital edisi I,II, III, dan beberapa buku yang lainnya. Teman
terdekat Marx adalah Fredich list . Buku Das Kapital edisi ketiga dilanjutkan
oleh teman terdekat Marx tersebut. (2) Fidel castro dan che Guevara, menerapkan
sistem doktrinasi dari ajaran marxisme yang berpusat pada egalitaris proletariat
di negara Kuba, Venezuela, dan beberapa negara bagian Amerika Latin yang dikoloni/dijajah
oleh imperalis-kapitalis Amerika Serikat dengan kekuatan militer inteligent
Amerika Serikat ( CIA) dan Rusia dengan kekuatan militer Soviet. Ironisnya, che Guevara yang berasal dari
negara Argentina, ia berjalan sepanjang dua ribuan kilometer dengan teman
dekatnya Granados dengan menggunakan motor rusak. Ia berjuang atas nama
pembebasan kemanusian kepada bangsa yang tertindas oleh kaum borjuis-kapitalis
(bangsawan) dari negara-negara borjouis. (3) Ernest Mandel, Pada tahun 1968,
seorang marxist dari Belgia berpidato di depan 33 perguruan tinggi Amerika
serikat dan Kanada dari Harvard ke Bekeley dan dari Monstreal ke Vancouver.
Lebih dari 600 orang partisipan mahasiswa. Pidatonya bertopik polemik yang
sangat hebat terhadap kecenderungan “aktivisme” dan “spontanisme”
Selain itu, Ernest Mandel dalam
tulisannya melakukan pemetaan terhadap massa ke dalam tiga bentuk. Bentuk
pertama, adalah kelas pekerja itu sendiri, yang disebutnya dengan istilah Massa
Buruh. Bentuk kedua, adalah lapisan pekerja yang sudah terlibat jauh dalam
perjuangan sporadis (kadangkala-kadang-kadang: kadang berjuang-kadang tidak)
dan telah mencapai tingkat pertama organisasi. Bentuk kedua ini oleh Ersnest
Mandel di sebut dengan istilah Buruh Pelopor. Bentuk terakhir, atau ketiga,
adalah inti sel revolusioner atau Partai Pelopor Revolusioner. Bentuk yang
terakhir ini, menurut Mandel, terdiri dari kaum buruh dan intelektual yang
berpartisipasi di dalam kegiatan revolusioner, dan di dalam bentuk ketiga inilah
para personilnya dididik dengan disiplin yang ketat dengan ajaran-ajaran
Marxisme-Revolusioner. Bukan ajaran-ajaran absurd, Marxisme-Revisionisme atau
ajaran-ajaran filsafat idealisme yang hanya “berdansa ca-ca” di dalam otak,
ajaran-ajaran yang secara prinsipil mengubur ajaran perjuangan kelas (Ismantoro
dkk). (4) Rudi Dutshcke, Pemimpin Mahasiswa Berlin dan sejumlah tokoh mahasiswa
lainnya di Eropa yang telah menjadikan konsep menyatunya teori dan praktek yang
merevolusikan kondisi masyarakat secara realita. Waktu itu, kondisi pembayaran biaya
kuliah mahal di universitas, sistem birokratisasi pendidikan di dahulukan dari
pada pencerdasaan kognitif kemahasiswaan maupun pelajar di Eropa. Oleh sebab
itu, organisasi mahasiswa tersebut melakukan aksi besar-besaran berdasarkan
fakta teori dan praktek yang terfenomenal terhadap kamu tertindas.
Siratan
Pesan untuk Mahasiswa Papua
Pernyataan diatas tersebut adalah hanya
beberapa empiris dari para pemuka maupun
penyebar ajaran Marxisme sebagai landasan kebangunan Mahasiswa Revolusioner yang
di materikan oleh pemantik. Bagaimana dengan Gerakan Mahasiswa Papua sebagai
gerakan yang pembebasan kaum tertindas berdasarkan teori dan praktek? Bagaiman merevolusi
bangsa Papua melalui Mahasiswa Papua dengan gerakan Revolusi? Bagaimana memperkaya
ideologi budaya dan moral Papua yang dengan buasnya Penguasa menghangus-habiskan
peradaban bangsa Papua yang sesungguhnya. Beriku kesimpulan hangat yang
dibarengi dengan kondisi realistis di Papua kiranya bisa menjawab melalui ruang
diskusi di Asrma Paniai Yogyakarta.
1. Seiringnya waktu perjuangan terhadap
kebenaran yang merakyat dilegitimasi dengan kekuatan gencatan kaum feodalis
sehingga moral perjuangan di kalangan mahasiwa memudar dengan atas nama
ketakutan. Berlipat ganda dengan ketakutan sudah dan sedang terjadi genosida
terhadap masyarakat dan mental mahasiswa yang bernobat kerupuk berlipat ganda di
inkubasikan melalui aspek dasar idologi bangsa Papua rantainyaa hingga sekarang
dialami oleh Mahasiwa Papua di Yogyakarta.
2. Gerakan mahasiwa juga dianjurkakan
memahami Sejarah Nasional Bangsa Papua, permainan adu-doma nasionalis Indonesia
di Papua dan peradaban sejarah-sejarah dunia. Hal inilah menajadi acuan bekal ditambakan
dengan skill lainnya yang dianugrahkan Tuhan sebagai modal Gerakan Mahasiswa
Revolusioner untuk bergerak berdasakan teori dan praktek di lapangan di mana
kita abdikan.
3. Menanamkan rasa memiliki Papua (awardness) di dalam diri sebagai
identitas asli, terbuka dan mebaur kepada musuh dan kawan seperjuangan sambil
berkampanye pembebasan Bangsa West Papua seutuhnya. Artinya Mahasiswa Papua
memiliki tanggung jawab menjelaskan kepada siapapun, baik kepada pihak-pihak di
universitas (Kampus masing-masing), masyarakat publik dan ruang demokrasi
lainnya dalam sejarah perkembangan fenomenal dan kriminal secara kronologis
berdasarkan realita objektif terhadap Bangsa Papua dari pemberlakuan sistem
radikalis tentunya berpusat sektor ekonomi-politik borjuasi.
4. Sebagai gerakan anak mudah strategi
pengertian dan pembanguang masyarakat terhadap penindasan dilakukan dengan
kontekstik sosial-ekonomi masyarakat setempat menerapakan teori dan peraktek
setidaknya mengubah pandangan radikalis terhadap pandangan-padangan terselubung
yang sesungguhnya melegitimasi pergerakan ruang demokrasi masyarkat.
5. Melakukan perlawanan secara metafisik
yang merupakan etimologi praktis yang mengartikan bahwa melakukan pemberontakan
tanpa fisik terhadap sistem radikal dalam sektor ekonomi-politik berdasarkan teori
dan praktek yang nyata terhadap masyarakat proletariat.
6. Pergerakan Mahasiswa Revolusioner sekurang-kurangnya
perlu masuk ke Birokerasi pendidikan yang ada di tanah Papua terkoloni dari
sejarah dan bahasa indonesia-melayu. Tentunya peregerakan ini dengan secara
keras dan kasar menghilangkan jejak Manusia Papua dalam sejarahnya. Kita (Mahasiswa
Papua) sebagai pelopor diwajibkan membangun ekspansi sistem pendidikan sejarah
dan bahasa di Papua melalui bahasa lokal dan bahasa Ingris mengingat 1 Desember
1961 deklarasi simbol bahasa Nasional Papua sebagai bahasa Ingris “ one people and one soul” di Holandia.
Kesimpulan
Kesimpulan dari pemantik adalah Gerakan
Mahasiswa Papua sebagai revolusioner dilakukan berdasarkan teori dan praktek, Perlu memahami
perkembangan sejarah Papua sebagai
landasan teori dan konteplentasikan
dengan doktrinasi dunia terutama marxisme sebagai landasan kognitif pergerakan revolusioner. Namun penerapannya
dilakukan secara kontekstual dengan melihat realitas masyarakat kita di Papua dengan
melihat berbagai suku-budaya dan bahasa daerah yang berbeda-beda. Teori Karl
Marx digunakan sebagai bahan refrensi beberapa negara bagian Amerika Latin untuk melawan penindasan dari kolonis, imperalis,
militeris, maupun kaum kapitalis yang terpopuler sebagai hasil akumulasi
manipulatif dari masyarakat tertindas.
Dirangkum oleh Yoni Degei, Mahasiswa
Papua yogykarta.
0 comments:
Post a Comment