Perjumpaan tak terduga dengan Kahlil Gibran


#KampanyeGemarMembaca_22

Menyesal (Ali Hasjmi) [1]

Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju arah padang bakti.

Puisi yang membuat sa jatuh cinta pertama kali terhadap puisi. Ada banyak pesan baik didalamnya, dulu saya membacanya saat SMP kelas II, karena puisi ini masuk dalam buku KTSP Bahasa Indonesia untuk SMP jadi sa ingat sekali.

Sejak itu, saya mulai serius atau membiasakan membaca secara baik, sejak SMP. Pertama mulai serius adalah dengan membaca sebuah novel karya Vitalis Goo juga yang bersal dari daerah yang sama Paniai. Awal membaca novelnya dengan dengan Judul "Tetes-tetes Air Mata di Rantauan" [2] membuat saya terharu, merenung, karena ingin terus mengetahui jalan ceritanya sampai habis, sa baca sampai lupa makan. Merantau sudah saya lakukan sejak SMP, jadi sebelumnya sekolah di Paniai lalu pindah ke Mimika, sa mulai berkesimpulan betapa baiknya kedua orang tua mengirimkan saya sekolah merantau sejak SMP ke daerah lain, sebab sa belajar dalam perantauan, banyak belajar.

Walaupun masih rindu sekali ingin terus berkumpul dengan orang tua saat SMP itu, tapi saat baca buku novel itu, sa baru sadar wah akan banyak manfaatnya. Dan jika berefleksi, manfaat itu sekarang baru saya rasakan menjadi bekal saat melanjutkan studi di Yogyakarta untuk kuliah. Dan kerinduan terhadap keluarga itu akan ada saatnya saya akan kembali bertemu dan melepas rindu serta berbakti bagi keluarga.

Beranjak dewasa, dan kuliah buku yang sangat saya sukai itu karangan Kahlil Gibran [2] dengan judul Sayap-sayap Patah. Di buku itu, Kahlil Gibran menulis pengalaman kekasihnya di Libanon, pemilihan kata yang menarik juga sa seolah bisa merasakan apa yang Gibran alami di beberapa puisinya dalam buku tersebut, sa kagum, akibatnya sa memimpikan sa bisa seperti dia nantinya. Ingatan ini kembali kepada salah satu puisi Kahlil Gibran berjudul Mimpi...Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya, aku bangun dan berjalan ke laut..

MIMPI
Oleh Kahlil Gibran

Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut, "Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.",

Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis. Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu - kekuatan yang lari bersama angin, mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.

Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu. Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.

Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada tenaga magis yang menahanku. Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:
"Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah."

Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,"Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. Hidup, perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah."

Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :

"Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal seperti roh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna."
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang menggerunkan sekali:

'Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.'

Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.

Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku membuka mataku, aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya laut yang dipeluk halimunan. Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa yang menggulung ke syurga. --
...
Buku Kahlil Gibran ini secara tidak sengaja sa dapatkan di tempat sampah, saat lewat sa lihat sepertinya ada buku yang masih baik buang di tempat sampah dengan cover depan masih terbaca baik. Sa beranikan diri mengambilnya, membersihkan debu – debu di buku tersebut sambil mengibaskannya. Dan saat mulai membaca sa kaget, wah sa kagum sekali, seperti rasa yang sulit dilukiskan rasanya : senang, campur-campur. Bayangkan dapat buku di tempat sampah, baru buku ini bagus sekali. Wahh. Perjumpaan dengan Kahlil Gibran dimulai dari tempat sampah, sebuah pertemuan tak terduga rasanya hehe.

Anak Papua lekat dan dekat dengan alam, dan kebiasaannya banyak cerita masih kebanyakan lisan, diceritakan. Sehingga untuk terbiasa menulis, maka anak – anak harus dibuat senang membaca dahulu, karena kalau sudah gemar membaca tentunya akan mudah diajak gemar menulis sebab keduanya saling terkait. Jadi perubahan minat baca bisa dibuat kalau kita sama – sama mengajak banyak anak – anak suka membaca, karena dengan begitu menjadi fondasi suka menulis.

Sejak perjumpaan dengan puisi di SMP perlahan sa mulai terbiasa membaca, sa berharap kita semua bisa rajin membaca. Gara – gara menulis ini sa jadi ingat kembali masa sekolah, kebanyakan di perantauan. SD saja yang sa habiskan di Paniai, setelah itu sa pindah ke Timika dan lulus lalu lanjut kuliah di Yogyakarta, kebetulan sa di jurusan teknik mesin, kegemaran membaca membuat sa belajar menulis dan sedang belajar menjadi jurnalis di Yogyakarta.

Manfred Kudiai.

[1] Prof Ali Hasjmi adalah akademisi, budayawan, tokoh masyarakat juga sastrawan serba bisa dari Aceh. Ali Hasjmy gemar membaca dan mendengarkan musik. Sebagai sastrawan, ia telah menerbitkan 18 karya sastra, 5 terjemahan, dan 20 karya tulis https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Hasyimi

[2] Tetes-tetes Air Mata di Tanah Rantauan adalah sebuah novel karya Vitalis Goo. Novel ini mengisahkan tentang seorang pemuda Paniai yang bertugas di pulau karang “Biak”. Pemuda yang bernama Jack ini menemukan budaya taruhan harta mas kawin yang berdeda dengan daerahnya. Selama ia bertugas sebagai seorang sekertaris di kelurahan Biak Timur, kehidupan Jack sungguh-sungguh membendung jiwa petualangnya akibat orang tua Merry istrinya yang menolaknya untuk membawa keluar Merry ke daerah lain. Mengapa? karena Lucky ayah Mery sangat menyayanginya.

[3] Khalil Gibran adalah seorang seniman Lebanon-Amerika, penyair dan penulis. Lahir di kota Bsharri, Lebanon, ia bermigrasi dengan keluarganya ke Amerika Serikat di mana ia belajar seni dan memulai karir sastra. Di dunia Arab, Gibran dianggap sebagai pemberontak sastra dan politik, gaya romantisis-nya berada di jantung renaissance dalam sastra Arab modern, khususnya puisi prosa. Di Lebanon, ia masih dipuja sebagai pahlawan sastra, di negara-negara lain Gibran mulai dikenal pada 1923 dengan karya bukunya The Prophet, sebuah contoh awal dari fiksi inspirasional dengan serangkaian esai filosofis yang ditulis dalam prosa puitis bahasa Inggris. Buku ini dijual dengan baik dan mulai populer di tahun 1930-an. Gibran adalah penyair dengan penjualan terbaik ketiga setelah Shakespeare dan Lao-Tzuhttp://profil.merdeka.com/mancanegara/k/kahlil-gibran/

#PapuaCerdas #PapuaMembaca#AnakPapuaGemarMembaca

Sumber: bukuuntukpapua
Share on Google Plus

About Ipmanapandode Joglo

IPMANAPANDODE JOG-LO adalah Organisasi Pelajar dan Mahasiswa Nabire,Paniai,Dogiyai dan Deiyai di Yogyakarta dan Solo.

0 comments:

Post a Comment