Makan Bersama sebagai keluarga. Brosure.ist |
“Aku tanpamu tak berati, bagai baju tanpa celana. Seperti itulah ada kamu untukku, kita lalui sisa hidup ini.”
Barangkali kalimat itu tak asing lagi ditelinga anak muda jaman ini, tentu juga di masa orangtua dulu. Mungkin ada, walau gaya menyampaikan mengunakan cara yang lain. Hal ini pun terjadi dalam kehidupan berorganisasi. Ketua tanpa anggota tak ada artinya, bagai kapal tua yang berlayar tak tahu arah. Badai dan gelombang adalah nakoda yang mengarahkan arah tanpa tujuan kemana ia berlaju. Organisasi tanpa pemimpin, seperti rumah tanpa penguni.
Hal ini mengajarkan kita bahwa hidup tanpa oranng lain tak ada artinya. Hidup tanpa toleransi, tak ada solusi hidup yang menjawab tujuan kita hidup. Semua persolan itu akan terjawab seketika ada kebersamaan, satu misi yang jelas untuk mewujudkan apa yang diimpihkan atau dicita-citakan.
Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menjawab hal ini. Salah satu cara yang terbaik adalah makan bersama sebagai keluarga.
Dalam kehidupan keluarga, Makan bersama anak-anak adalah hal yang harus didepankan. Karena hal ini akan membuat keterkaitan antara orang tua dan anak-anaknya. Emosional anak itu akan terlihat jelas saat mencicipi hidangan yang disediakan oleh ibu. Sebagai seorang anak laki-laki, banyak kesempatan dan ruang untuk mendengarkan didikan ayah dan ibu, sebaliknya, sebagai anak perempuan akan belajar banyak melalui cara ibu menyiapkan makanan, dan hal lain yang dilakukan oleh ibu, dan kesempatan terbesar untuk mendapatkan kasih sayang oleh ayah, kerena sempatan itu, ayah akan memuji semua yang dilakukan oleh anak perempuannya dibanding anak laki-laki.
Dalam kehidupan organisasi yang terpimpin pun demikian. Ide-ide yang cemerlang itu hadir saat makan bersama. Bagaimana menjadi kakak yang baik dan bagaimana menjadi adik yang baik itu akan dijawab saat makan bersama. Emosional antara kedua bela pihak itu akan terlihat jelas. Dan yang palin penting, rasa kekeluargaan itu akan hadir, dan makan bersama ini pun menjadi pupuk yang memupuk ikatan kebersamaan yang tiara taranya.
Nah, ini yang kami (Ipmanapandode Joglo) lakukan hari ini, tepat tanggal 13 Juli 2017, bertempat asrama Dogiyai Yogyakarta. Dengan satu tujuan, Kita satu, kita Keluarga yang memiiki satu keluarga, tujuan dan satu perjuangan.
Saat timba makanan. |
Tak boleh kita baiarkan pemekaran-pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) yang tanpa kita sadari “seakan memisahkan kita” dalam arti memandang saya sebagai orang di sini, di sana, padahal dulunya hanya satu sebagai orang Mepagoo, dan lebih spesipiknya Meeuwodide. Kami sebagai kaum intelektual jangan biarkan hal terjadi begitu saja. Identitas itu yang harus kami jaga.
Satu Lagi yang Penting Tuk Diingat
Jangan biarkan Pemekaran menobrak ketahanan kita sebagai orang meuwo yang unik dengan kebudayaan dan adat istiadat yang juga sebagai kebiasaan hidup bersama, berbagi cerita, canda tawa dan hal lain tentunya.
Tak dapat dipungkiri, bahwa kita juga sedang dihadapi dengan masalah yang serius. Pokok permasalahannya yang dijelaskan oleh Manfred Chrisantus Mote, S. Fil dalam bukunya yang berjudul "Touye Pegangan Hidup Bersama" denga anak judul: "Gai, Dimi Gai dan Touye Dalam Kehidupan Suku Mee Papua." (halaman 2) adalah bahwa masyarakat etnis Mee sedang hidup dalam suatu masa tertentu yang disebut transisi. Atau masa di mana oarang-orangnya hidup di antara dua sisi atau dua situasi yang menjadi bingung, goncang, tak berdaya, apatis, pasif dan perasaan-perasaan lainnya yang umumnya tidak selalu mengembirakan. Beberapa fenomena yang dijelaskan oleh Manfred tetapi akan saya petik sesuai topik yang dibahas di atas. Dijelaskan bahwa: Nasehat orangtua telah diganti dengan kat-kata Profesor; Filsafat leluhur telah diganti dengan filsafat Barat, dll. Mungkin bisa ditambah juga: Jiwa, semangat dan Identitas.
Berdasarkan Fonomena-fenomena real ini, kemudian muncul pertanyaan: Apakah artinya dengan tetap berdiri di atas basis-basis tradisi kita melangkah maju era modernisasi? atau dengan cara lain: Kita menjadi moderenn tanpa kehilangan identitas! Mungkin kita dapat mewujudkan ataukah hanya sebuah ilusi?
Masih banyak lagi yang dijelasakan oleh Alm, bapak Manfred yang perluh kita kajih lebih jauh lagi. Dari penjelasan ini, muncul sebuah pertanyaan besar untuk kiat sebagai kaun Intelektual garis bawahi: Mampukah kita, berdiri di atas basis-basis tradisi kita melangkah maju era modernisasi? menjadi orang moderen tanpa kehialangan Identitas kita?
Untuk mewujudakan ini, kita diminta untuk bisa bersatu, memupuk kebersamaan, mengangkat jati diri kita sebagai orang Meeuwo dan menjadi satu keluarga. untuk menjawab ini, dari sini kiita mulai, memulai dari rumah kita Ipmanapandode.
suasanan saat menikmati makanan di halaman asrma Dogiyai- Yogyakarta. |
Kesempatan ini pun kami (BPH Ipmanapandode Joglo) mengucapkan terima kasih kepada keempat ketua-ketua paguyuban, yakni: Ipmapan Jogja; Ipmade Joglo; Ipmado Joglo dan Ipmanap Jogja yang telah bekerja sama dengan kami. Juga kepada seluruh anggota Ipmanapandode yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam kegiatan "Makan bersama sebagai Keluarga."
Secara khusus kami juga ucapkan terima kasih kepada BPH Ipmado yang telah menyiapkan tempat dan waktu serta menyiapkan atribut yang dibutuhkan dalam masak-memasak. Tentunya juga kepada adik-adik baru (mahasiswa baru) yang berbesar hati mengambil bagian dalam kegiatan ini. Spesial buat seluruh anggota Ipmanapandode Joglo, yang dari jam 09:00 s/d 18.00 WIB bersabar menahan panas, mengabaikan waktu istirahat kemudian melanjutkan kegitan selanjutnya, persiapan panggung bersama mahasiswa Papua Jogja yang akan berlangsung pada 15 Juli 2017 mendatang.
Juga Kepada pihak-pihak yang secara individu menyumbang dana maupun tenaga dalam kegiatan "Makan bersama sebagai Keluarga". Kebaikan hatinya akan dibalas oleh yang Kuasa yang adalah Tuhan Allah kita.
Untuk itu, harapan kami (BPH Ipmanapandode Joglo) ikatan kekeluargaann ini terus dipupuk. Kita terus berbagai dan belajar bersama. Belajar menekuni tuk melakukan hal-hal yang kecil. Kesadaran ini diharapkan dan diharikan dalam pribadi anggota. Dimulai dari diri kita untuk melangkah ke lingkup yang besar, karena hal yang besar ditentukan dari seberapa besar kesetiaan anda melakukan hal-hal yang dianggap kecil dan sepele di mata kita.
Suasana latihan lagu, yang dipandu oleh Andi (tengah berdiri). |
Hari ini sungguh mengesankan, terasa bahagia. Kesiapan yang tidak mapan tetapi hasilnya terjawab sesuai yang kami inginkan. Hal ini bisa terjadi karena ada salah satu faktor yang menggerakan setiap hati kami, bahwa kami satu, sekarang dan selamanya.
*BPH Ipmanapandode Joglo
0 comments:
Post a Comment