Foto: Pelajar Papua mengenakan Khasana Budaya, di Lingkungan Sekolah |
Oleh: Andreas M. Yeimo
Pendidikan di Papua harus di wujudkan dengan cara berbasis budaya, kerena Pendidikan berbasis budaya sangat penting. Dilihat pada Zaman sekarang, kehiupan orang Papua khususnya suku Mee, sudah melupakan budaya. Arus modernisasi telah mengancam budaya kita, dengan melihat dari pengalaman di kampus maupun di sekolah yang berada di pulau Jawa, Pemerintah Daerah, maupun pemerintah Swasta di pulau Jawa terlebih khusus di Yogyakarta, telah membangun program berupapendidikan berbasis budaya, contoh mata kuliah atau mata pelajaran berbahasa daerah. Disamping itu pulah kita bisa melihat dari contoh para pejuang serta pemimpin tokoh Dunia, contohnya Mohandas Gandhi, Che Guevara, karena perjuangan mereka sangat mendasar pada budaya dan para tokoh tersebut bisa membebaskan masyarat setempat, tanpa meninggalkan budaya masyarakat pribumi setempat.
Ketika kita mau mencari ilmu dimana tempat kita merantau, tidak hanya melalui pendidikan saja tetapi, bisa melalui jalur pengalaman kita, dan pelatihan-pelatihan khusus yang ada. Sebagi contoh: salah seorang wanita Indonesia yang baru terpilih menjadi mentri Susi Pudjiastuti hanya memiliki ijazah SMP. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah karena dikeluarkan dari sekolah lantaran keaktifannya dalam gerakan Golput. Hingga sekarang dia bisa menjadi mentri karena pengalaman yang ia miliki dalam dunia bisnis. (baca:http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/26/profil-menteri-kelautan-dan-perikanan-susi-pudjiastuti).
****
Ketika kita memandang pendidikan dengan arah Otonomo Khusus (Otsus) yang di terapkan di Papua oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang (UU), pendidikan barbasis budaya, yang seharusnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bisa mensosialisaikan dan bisa di terapkan kepada masyarakat pribumi setempat melalui lembaga-lembaga pendidikan yang ada dan sekolah yayasan yang ada di daerah setempat.
Ketika Pemerintah daerah setempat membisu untuk menerapkkan pendidikan berbaisis budaya , maka muncullah berbagai paham dari arah barat yang masuk menguasai di Bumi Papua untuk membunuh budaya masyarakat pribumi, melalui misi-misi khusus dari Agama meraka yaitu ada dua misi dari Agama yang mereka terapkan pertama secara terang-terangan contohnya pewartaan Firman Allah dan misi yang kedua yaitu secara tertutup untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan Sumber Daya Manusia.
****
Ada beberapa poin-poin yang kita bisa ambil dan terapkan dalam pendidikan berbasis budaya dimasa kini, maupun masa yang akan datang yaitu:
Pertama: Kita bisa belajar budaya dari luar papua tetapi itu kita juga harus belajar budaya kita sendiri sebagai orang papua karena di masa dahulu hingga kini kita memiliki banyak ketertinggalan sejarah, itulah yang harus kita jadikan buku, lalu buku tersebut terapkan terutama di bagian pendidikan.
Kedua: budaya kita seagai Suku Mee akan bertentangan dengan sistem Indonesia yang sementara ini kita terapkan dalam pendidikan berbasis budaya di kalangan suku mee agar supaya budaya kita tidak terpunah maka kita harus mulai menerapkan sistem pendidikan berbasis budaya dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kita harus terapkan melalui PAUD melalui beberapa sistem yang berada di lembaga kita.
Ketiga: Tidak ada budaya diluar manusia, budaya ada didalam diri kita masing-masing, budaya itu tidak bisa dihancurkan kecuali manusia meninggal baru budaya itu akan hilangdan hancur maka kita harus menjaga budaya kita baik demi jati diri kita sendiri dan generasi penerus kita masa depan Papua.
Keempat: Norma-norma yang berlaku dalam kehidupan kita terlebih khususnya budaya kita itu bagaimana, penerapan orang tua mengajar anaknya untuk memahami budaya dan bagaimana kita ajarkan kepada orang lain yang belom memahami budaya serta bagaimana kita amalkan kepada diri kita masing-masing.
Kelima: Kita akan berhasil menerapakan pendidikan berbasis budaya ketika kita bekerja di luar dari kaki tangan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, karena di papua budaya ajar kita untuk kasih makan, seperti hal kehidupan kita masih tergantung pada alam ketika kaum kapitalisme masuk mereka kasih putus kehidupan kita dengan cara memberikan makanan secara seenaknya. kapitalisme menguasai di tanah Papua kaum pribumi kalah dengan sistemnya budaya lokal yang sudah ada dan kaum kapitalisme menang karena pakaian hasil pabrik sudah di pakai di bandingkan koteka sudah hilang.
Kita tidak punya harapan untuk membangun pendidikan berbasis budaya dengan melihat dari pengalaman masa lalu hingga kini, ketika kita bangun sekolah sisitem budaya di papua para penjajah bisa menghacurkan ide kami melalui, utusan-utusan dari bin, intel, dan pemerintah sendiri akan menghancurkan kita punya sistem yg sedang dibangun.
Maka kita harus memperkuat lembaga YPPGI yang ada di tanah Papua karena lembaga YPPGI hanya ada di papua tidak ada di seluruh Indonesia. Dan yang akan jadi guru harus kita anak papua yang mengerti dengan sistem penddikan berbasis budaya, ketika orang luar dari papua yang datang mengajar maka, sama saja pendidikan sistem budaya akan kembali punah di telang oleh orang tak dikenal OTK.
****
Hasil diskusi kali ini akan di tindak lanjuti di IPMANAPANDODEI Yogyakarta_Solo dan sejawa Bali, setelah di tindak lanjuti hasil diskusi, maka akan dibuat sebuah permohonan, berupa tulisan dan akan di tindak lanjtuti ke pemerintah daerah agar supaya, bisa membangun salah satu sistem pendidikan yang berbasis budaya di kalangan suku MEE di antaranya Nabire, Paniai Dogiyai dan Deiya dan Kabupaten lain yang berada di WEST PAPUA.
“Budaya ku Sayang, Buadayaku Malang, Jangan Sekali-kali Lupakan Budaya Kita”
Penulis adalah mahasiswa Papua kuliah di Yogyakarta.
Referensi:
Pendidikan di Papua harus di wujudkan dengan cara berbasis budaya, kerena Pendidikan berbasis budaya sangat penting. Dilihat pada Zaman sekarang, kehiupan orang Papua khususnya suku Mee, sudah melupakan budaya. Arus modernisasi telah mengancam budaya kita, dengan melihat dari pengalaman di kampus maupun di sekolah yang berada di pulau Jawa, Pemerintah Daerah, maupun pemerintah Swasta di pulau Jawa terlebih khusus di Yogyakarta, telah membangun program berupapendidikan berbasis budaya, contoh mata kuliah atau mata pelajaran berbahasa daerah. Disamping itu pulah kita bisa melihat dari contoh para pejuang serta pemimpin tokoh Dunia, contohnya Mohandas Gandhi, Che Guevara, karena perjuangan mereka sangat mendasar pada budaya dan para tokoh tersebut bisa membebaskan masyarat setempat, tanpa meninggalkan budaya masyarakat pribumi setempat.
Ketika kita mau mencari ilmu dimana tempat kita merantau, tidak hanya melalui pendidikan saja tetapi, bisa melalui jalur pengalaman kita, dan pelatihan-pelatihan khusus yang ada. Sebagi contoh: salah seorang wanita Indonesia yang baru terpilih menjadi mentri Susi Pudjiastuti hanya memiliki ijazah SMP. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah karena dikeluarkan dari sekolah lantaran keaktifannya dalam gerakan Golput. Hingga sekarang dia bisa menjadi mentri karena pengalaman yang ia miliki dalam dunia bisnis. (baca:http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/26/profil-menteri-kelautan-dan-perikanan-susi-pudjiastuti).
****
Ketika kita memandang pendidikan dengan arah Otonomo Khusus (Otsus) yang di terapkan di Papua oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang (UU), pendidikan barbasis budaya, yang seharusnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bisa mensosialisaikan dan bisa di terapkan kepada masyarakat pribumi setempat melalui lembaga-lembaga pendidikan yang ada dan sekolah yayasan yang ada di daerah setempat.
Ketika Pemerintah daerah setempat membisu untuk menerapkkan pendidikan berbaisis budaya , maka muncullah berbagai paham dari arah barat yang masuk menguasai di Bumi Papua untuk membunuh budaya masyarakat pribumi, melalui misi-misi khusus dari Agama meraka yaitu ada dua misi dari Agama yang mereka terapkan pertama secara terang-terangan contohnya pewartaan Firman Allah dan misi yang kedua yaitu secara tertutup untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan Sumber Daya Manusia.
****
Ada beberapa poin-poin yang kita bisa ambil dan terapkan dalam pendidikan berbasis budaya dimasa kini, maupun masa yang akan datang yaitu:
Pertama: Kita bisa belajar budaya dari luar papua tetapi itu kita juga harus belajar budaya kita sendiri sebagai orang papua karena di masa dahulu hingga kini kita memiliki banyak ketertinggalan sejarah, itulah yang harus kita jadikan buku, lalu buku tersebut terapkan terutama di bagian pendidikan.
Kedua: budaya kita seagai Suku Mee akan bertentangan dengan sistem Indonesia yang sementara ini kita terapkan dalam pendidikan berbasis budaya di kalangan suku mee agar supaya budaya kita tidak terpunah maka kita harus mulai menerapkan sistem pendidikan berbasis budaya dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kita harus terapkan melalui PAUD melalui beberapa sistem yang berada di lembaga kita.
Ketiga: Tidak ada budaya diluar manusia, budaya ada didalam diri kita masing-masing, budaya itu tidak bisa dihancurkan kecuali manusia meninggal baru budaya itu akan hilangdan hancur maka kita harus menjaga budaya kita baik demi jati diri kita sendiri dan generasi penerus kita masa depan Papua.
Keempat: Norma-norma yang berlaku dalam kehidupan kita terlebih khususnya budaya kita itu bagaimana, penerapan orang tua mengajar anaknya untuk memahami budaya dan bagaimana kita ajarkan kepada orang lain yang belom memahami budaya serta bagaimana kita amalkan kepada diri kita masing-masing.
Kelima: Kita akan berhasil menerapakan pendidikan berbasis budaya ketika kita bekerja di luar dari kaki tangan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, karena di papua budaya ajar kita untuk kasih makan, seperti hal kehidupan kita masih tergantung pada alam ketika kaum kapitalisme masuk mereka kasih putus kehidupan kita dengan cara memberikan makanan secara seenaknya. kapitalisme menguasai di tanah Papua kaum pribumi kalah dengan sistemnya budaya lokal yang sudah ada dan kaum kapitalisme menang karena pakaian hasil pabrik sudah di pakai di bandingkan koteka sudah hilang.
Kita tidak punya harapan untuk membangun pendidikan berbasis budaya dengan melihat dari pengalaman masa lalu hingga kini, ketika kita bangun sekolah sisitem budaya di papua para penjajah bisa menghacurkan ide kami melalui, utusan-utusan dari bin, intel, dan pemerintah sendiri akan menghancurkan kita punya sistem yg sedang dibangun.
Maka kita harus memperkuat lembaga YPPGI yang ada di tanah Papua karena lembaga YPPGI hanya ada di papua tidak ada di seluruh Indonesia. Dan yang akan jadi guru harus kita anak papua yang mengerti dengan sistem penddikan berbasis budaya, ketika orang luar dari papua yang datang mengajar maka, sama saja pendidikan sistem budaya akan kembali punah di telang oleh orang tak dikenal OTK.
****
Hasil diskusi kali ini akan di tindak lanjuti di IPMANAPANDODEI Yogyakarta_Solo dan sejawa Bali, setelah di tindak lanjuti hasil diskusi, maka akan dibuat sebuah permohonan, berupa tulisan dan akan di tindak lanjtuti ke pemerintah daerah agar supaya, bisa membangun salah satu sistem pendidikan yang berbasis budaya di kalangan suku MEE di antaranya Nabire, Paniai Dogiyai dan Deiya dan Kabupaten lain yang berada di WEST PAPUA.
“Budaya ku Sayang, Buadayaku Malang, Jangan Sekali-kali Lupakan Budaya Kita”
Penulis adalah mahasiswa Papua kuliah di Yogyakarta.
Referensi:
- Hasil diskusi IPMADEI Ikatan Pelajar Mahsiswa Deiyai Yogyakarta (IPMADEY) Hari:kamis 30-10-2014, Tempat Asrama Deiyai (ASDEY).
- http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/26/profil-menteri-kelautan-dan-perikanan-susi-pudjiastuti
0 comments:
Post a Comment